Wujud sifat manusia yang tidak
dimiliki hewan yang dikemukakan oleh eksistensialisme dengan maksud menjadi
masukan dalam membenahi konsep
pendidikan yaitu
1. Kemampuan
menyadari diri. Kaum rasionalis menunjuk kunci perbedaan manusia dengan hewan
pada adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia. Berkat adanya
kemampuan menyadari diri yang dimiliki oleh manusia, maka manusia menyadari
bahwa dirinya memiliki ciri khas atau karakteristik diri. Hal ini menyebabkan manusia
dapat membedakan dirinya dengan manusia-manusia yang lain dan dengan lingkungan
fisik disekitarnya. Bahkan bukan hanya membedakan, lebih dari itu manusia dapat
membuat jarak dengan lingkungannya, baik yang berupa pribadi maupun
nonpribadi/benda. Orang lain merupakan pribadi-pribadi di sekitar, adapun
pohon, batu, cuaca dan sebagainya merupakan lingkungan nonpribadi.
2. Kemampuan
bereksistensi. Dengan keluar dari drinya, dan dengan membuat jarak antara aku
dengan dirinya sebagai objek, lalu melihat objek itu sebagai sesuatu, berarti
manusia itu dapat menembus atau menerobos dan mengatasi batas-batas yang
membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos ini bukan saja dalam kaitannya soal
ruang, meliankan juga dengan waktu. Dengan demikian manusia tidak terbelenggu
oleh tempat atau ruang ini dan waktu ini, tapi dapat menembus ke “sana” dan ke
“masa depan” ataupun ke “masa lampau”. Kemampuan menempatkan diri dan menerobos
inilah yang disebut kemampuan bereksistensi. Justru karena manusia memiliki
kemampuan bereksistensi inilah maka pada manusia terdapat unsur kebebasan.
Dengan kata lain, adanya manusia bukan “ber-ada” seperti hewan di dalam kandang
dan tumbuh-tumbuhan didalam kebun, malainkan “meng-ada” di muka bumi.
3. Kata
hati. Kata hati atau conscience of man juga sering disebut dengan istilah hati
nurani, lubuk hati, suara hati dan sebagainya kata hati ialah “pengertian yang
ikut serta” atau “pengertian yang mengikuti perbuatan”. Manusia memiliki
pengertian yang menyertai tentang apa yang akan, yang sedang, dan yang telah
dibuatnya, bahkan mengerti juga akibatnya (baik atau buruk) bagi manusia
sebagai manusia.
4. Moral.
Yang dimaksud dengan moral adalah perbuatan itu sendiri. Disini tampak bahwa
masih ada jarak antara kata hati dengan moral. Artinya seseorang yang telah memiliki
kata hati yang tajam belum otomatis perbuatannya merupakan realisasi dari kata
hatinya itu. Untuk menjembatani jarak yang mengantarai keduanya masih ada aspek
yang diperlukan yaitu kemauan. Bukankah banyak orang yang memiliki kecerdasan
akal tetapi tidak cukup memiliki moral (keberanian berbuat). Itulah sebabnya
maka pendidikan moral juga sering disebut pendidikan kemauan, yang oleh M.J.
Langeveld dinamakan De opvoedeling omzichzelfswil. Tentu saja kemauan yang
dimaksud adalah kemauan yang sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
5. Tanggung
jawab. Kesedian untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang menuntut
jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang bertanggung jawab. Wujud
bertanggung jawab bermacam-macam. Ada tanggung jawab kepada tuhan. Tanggung
jawab kepada diri sendiri berarti menanggung tuntutan kata hati, misalnya dalam
bentuk penyelesaian yang mendalam. Bertanggung jawab kepada masyarakat berarti
menanggung tuntutan norma-norma social. Bentuk tuntutanya berupa sanksi-sanksi
social seperti cemoohan masyarakat, hukum penjara, dan lain-lain. Bertanggung
jawab kepada tuhan berarti menanggung tuntutan norma-norma agama, misalnya
perasaan berdosa, dan terkutuk.
6. Rasa
kebebasan. Merdeka adalah rasa bebas (tidak merasa terikat oleh sesuatu), tetapi
sesuai dengan tuntutan kodrat manusia. Dalam pernyataan ini ada 2 hal yang
kelihatannya saling bertentangan yaitu “rasa bebas” dan “sesuai dengan tuntutan
kodrat manusia “ yang berarti ada ikatan.
7. Kewajiban
dan hak. Kewajiban dan hak adalah dua macam gejala yang timbul sebagai
manifestasi dari manusia sebagai makhluk social. Yang satu ada hanya oelh
karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa kewajiban. Jika seseorang
mempunyai hak untuk menuntut sesuatu maka tentu ada pihak lain yang
berkewajiban untuk memenuhi hak tersebut (yang pada saat itu belum dipenuhi).
8. Kemampuan
menghayati kebahagiaan. Kebahagiaan adalah suatu istilah yang lahir dari
kehidupan manusia. Penghayatan hidup yang disebut “kebahagiaan” ini meskipun
tidak mudah untuk dijabarkan tetapi tidak sulit untuk dirasakan. Dapat diduga,
bahwa hamper setiap orang pernah mengalami rasa bahagia. Untuk menjabarkan arti
istilah kebahagiaan sehingga cukup jelas dipahami serta memuaskan semua pihak
sesungguhnya tidak mudah. Ambilah misalnya tentang sebutan senang, gembira,
bahagia, dan sejumlah istilah lain yang mirip dengan itu. Sebagaian orang mungkin menganggap
bahwa seseorang yang sedang mengalami rasa senang atau gembira itu lah sedang
mengalami kebahagiaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar